TEORI
BELAJAR
Teori
belajar dapat dikelompokkan menjadi 2 aliran, yaitu:
1. Teori belajar behavioristik
Teori belajar adalah teori yang mempelajari
perkembangan intelektual (mental) individu (Suherman, dkk: 2001: 30). Teori belajar
tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai suatu keyakinan bahwa
pembelajaran
terjadi
melalui hubungan stimulus (rangsangan)
dan respon (response).
a. Teori
Belajar dari Thorndike
Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan
beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan
lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan
rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai
akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Hukum yang terkait dengan
teori koneksionisme yaitu:
1)
Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan
seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan.
2)
Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika
hubungan stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat,
sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah
hubungan yang terjadi.
3)
Hukum akibat (law
of effect) menjelaskan bahwa apabila asosiasi
yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan
maka asosiasi akan semakin meningkat.
Selanjutnya
Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut:
1) Hukum
reaksi bervariasi (law of multiple
response)
2) Hukum
sikap (law of attitude)
3) Hukum
aktivitas berat sebelah (law of
prepotency element)
4) Hukum
respon melalui analogi (law of response
by analogy)
5) Hukum
perpindahan asosiasi (law of associative
shifting)
Thorndike
juga mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1)
Hukum latihan ditinggalkan karena
ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan
stimulus-respons, sebaliknya tanpa pengulangan belum tentu akan memperlemah
hubungan stimulus- respons.
2)
Hukum akibat (law of effect)
direvisi. Jika diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan
stimulus-respons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat
apa-apa.
3)
Syarat utama terjadinya hubungan
stimulus-respons bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus
dan respons.
4)
Akibat suatu perbuatan dapat
menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar
sehari-hari adalah bahwa:
1)
Untuk menjelaskan suatu konsep,
guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam
kehidupan sehari- hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
2)
Metode pemberian tugas, metode
latihan (drill dan practice) akan lebih cocok untuk penguatan dan hafalan.
Dengan penerapan metode tersebut siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus
sehingga respon yang diberikan pun akan lebih banyak.
3)
Hierarkis penyusunan komposisi
materi dalam kurikulum merupakan hal yang penting.Materi disusun dari materi
yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah.
b. Teori
Belajar Pavlov
Dikenal dengan teori belajar klasik yang
mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning).
c. Teori
Belajar Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran
atau penguatan (reinforcement)
mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan
antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya
menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan
penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu
respon dan lebih mengarah pada hal-hal yang dapat diamati dan diukur.
d. Teori
belajar Bandura
Menurut Bandura,
siswa belajar melalui proses meniru (imitasi).
Seorang guru akan menjadi model dimana setiap perilakunya akan di tiru oleh
anak didiknya.
Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari
Bandura
didasarkan
pada tiga konsep, yaitu:
1)
Reciprocal determinism yaitu
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia
dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus-menerus antara kognitif, tingkah
laku, dan lingkungan.
2)
Beyond reinforcement. Orang dapat belajar melakukan
sesuatu hanya dengan mengamati dan
kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada
reinforcement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi
konsekuensi.
3)
Self-regulation/cognition. Manusia
sebagai pribadi yang dapat mengatur diri
sendiri (self regulation),
mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan
kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.
2.
Teori
belajar Vygotsky
Menurut pandangan konstruktivisme tentang belajar,
individu akan menggunakan pengetahuan sikap dan pengalaman pribadi yang telah
dimilikinya untuk membantu memahami masalah atau materi baru. Siswa dalam
mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.
Ada dua
konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu:
v Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah
secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan sebagai
kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa yang memiliki
pengetahuan lebih atau teman sejawat yang lebih mampu).
v Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama
tahap- tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia
dapat melakukannya.
3.
Teori
Belajar Van Hiele
Terdapat
5 tahap pemahaman geometri yaitu:
a) Tahap
Visualisasi (Pengenalan)
b) Tahap
Analisis (Deskriptif)
c) Tahap
Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)
d) Tahap
Deduksi yakni menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus
e) Tahap
Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)
Fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan
belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan adalah
sebagai berikut:
1) Fase
informasi
2) Fase
orientasi
3) Fase
eksplisitasi,
4) Fase
orientasi bebas, dan
5) Fase integrasi.
4.
Teori
Belajar Ausubel
Teori belajar Ausubel terkenal dengan belajar
bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Belajar
dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi I berhubungan dengan cara
informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan
atau penemuan. Dimensi II menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta,
konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.
Syarat belajar bermakna ada dua :(1) Materi yang
akan dipelajari harus bermakna secara potensial; yakni materi harus memiliki
kebermaknaan logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur
kognitif siswa. (2) Siswa yang akan belajar harus mempunyai kesiapan dan niat
untuk belajar bermakna. Prinsip-prinsip dalam teori belajar Ausubel, yaitu:
a.
Pengaturan Awal (advance
organizer). mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan
siswa pada materi sebelumnya yang dapat digunakan siswa dalam membantu
menanamkan pengetahuan baru.
b.
Diferensiasi Progresif. Pengembangan
konsep berlangsung jika unsur-unsur yang paling umum,paling inklusif dari suatu
konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang
lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu
c. Belajar
Superordinat. Apabila konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih
luas, lebih inklusif.
d.
Penyesuaian Integratif
(Rekonsiliasi Integratif). Bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada
konsep- konsep superordinat dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih
tinggi sekarang mengambil arti baru.
5.
Teori
Belajar Bruner
Dalam
bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan,
yakni:
(1) Pentingnya arti struktur pengetahuan (2) Kesiapan (readiness) untuk
belajar.
(3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan (4) motivasi atau keinginan
untuk
belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru untuk merangsang
motivasi
itu.
Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses
yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh
informasi baru,(2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi
dan ketepatan pengetahuan.
Pendewasaan pertumbuhan intelektual/ kognitif seseorang menurut Bruner
adalah sebagai berikut:
a.
Pertumbuhan intelektual
ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaketergantungan respons dari sifat stimulu.
b.
Pertumbuhan intelektual
tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa
menjdi suatu sistem simpanan (storage system) yang sesuai dengan lingkungan.
c. Pertumbuhan
intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang
untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan
pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukan atau apa yang
dilakukan.
Bruner (1966) mengemukakan bahwa
terdapat tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuan secara
sempurna yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents), yaitu:
a.
Cara penyajian enaktif adalah
melalui tindakan, anak terlibat secara langsung dalam memanipulasi
(mengotak-atik) objek, sehingga bersifat
manipulatif
dan belajar pengetahuan secara aktif
b.
Cara penyajian ikonik :
didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui
serangkaian gambar-gambar atau grafik.
c.
Cara penyajian simbolik :
didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Dalam
tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada
siswa, sebagai berikut:
a.
Merencanakan materi pelajaran
yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah.
b.
Urutan pengajaran hendaknya
menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik, kemudian simbolik.
c.
Pada saat siswa memecahkan
masalah, guru hendaknya berperan sebagai pembimbing atau tutor.
No comments:
Post a Comment