TEORI BELAJAR MODERN ERA INDUSTRI 4.0


TEORI BELAJAR


Teori belajar dapat dikelompokkan menjadi 2 aliran, yaitu:

1. Teori belajar behavioristik

Teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) individu (Suherman, dkk: 2001: 30). Teori belajar tingkah laku dinyatakan oleh Orton (1987: 38) sebagai suatu keyakinan bahwa pembelajaran

                terjadi melalui hubungan stimulus (rangsangan) dan respon (response).

Empat teori belajar tingkah laku antara lain:


a.   Teori Belajar dari Thorndike

Edward Lee Thorndike (1874 – 1949) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Hukum yang terkait dengan teori koneksionisme yaitu:

1)        Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan.

2)        Hukum latihan (law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan stimulus- respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi.

3)        Hukum akibat (law of effect) menjelaskan bahwa apabila asosiasi

yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat.

Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut:

1)      Hukum reaksi bervariasi (law of multiple response)

2)      Hukum sikap (law of attitude)

3)      Hukum aktivitas berat sebelah (law of prepotency element)

4)      Hukum respon melalui analogi (law of response by analogy)

5)      Hukum perpindahan asosiasi (law of associative shifting)

Thorndike juga mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:

1)      Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus-respons, sebaliknya tanpa pengulangan belum tentu akan memperlemah hubungan stimulus- respons.

2)      Hukum akibat (law of effect) direvisi. Jika diberikan hadiah (reward) maka akan meningkatkan hubungan stimulus-respons, sedangkan jika diberikan hukuman (punishment) tidak berakibat apa-apa.

3)      Syarat utama terjadinya hubungan stimulus-respons bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.

4)      Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.

Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:

1)      Untuk menjelaskan suatu konsep, guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari- hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.

2)      Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practice) akan lebih cocok untuk penguatan dan hafalan. Dengan penerapan metode tersebut siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respon yang diberikan pun akan lebih banyak.

3)      Hierarkis penyusunan komposisi materi dalam kurikulum merupakan hal yang penting.Materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas, dan tingkat sekolah.

b.      Teori Belajar Pavlov

Dikenal dengan teori belajar klasik yang mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning).

c.   Teori Belajar  Skinner

Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan (reinforcement) mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah pada hal-hal yang dapat diamati dan diukur.

d.   Teori belajar Bandura

Menurut Bandura,  siswa belajar melalui proses meniru (imitasi). Seorang guru akan menjadi model dimana setiap perilakunya akan di tiru oleh anak didiknya. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) dari Bandura



didasarkan pada tiga konsep, yaitu:

1)      Reciprocal determinism yaitu Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus-menerus antara kognitif, tingkah laku, dan lingkungan.

2)      Beyond reinforcement. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforcement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi.

3)      Self-regulation/cognition. Manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, dan mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.

2.        Teori belajar Vygotsky

Menurut pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu akan menggunakan pengetahuan sikap dan pengalaman pribadi yang telah dimilikinya untuk membantu memahami masalah atau materi baru. Siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.

Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu:

v  Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa yang memiliki pengetahuan lebih atau teman sejawat yang lebih mampu).

v  Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap- tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya.

3.      Teori Belajar Van Hiele

Terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu:

a)      Tahap Visualisasi (Pengenalan)

b)      Tahap Analisis (Deskriptif)

c)      Tahap Deduksi Formal (Pengurutan atau Relasional)

d)     Tahap Deduksi yakni menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus

e)      Tahap Akurasi (tingkat metamatematis atau keakuratan)

Fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan adalah sebagai berikut:

1)      Fase informasi

2)      Fase orientasi

3)      Fase eksplisitasi,

4)      Fase orientasi bebas, dan

5)      Fase integrasi.

4.      Teori Belajar Ausubel

Teori belajar Ausubel terkenal dengan belajar bermakna dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi I berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi II menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada, yang meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Syarat belajar bermakna ada dua :(1) Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; yakni materi harus memiliki kebermaknaan logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa. (2) Siswa yang akan belajar harus mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna. Prinsip-prinsip dalam teori belajar Ausubel, yaitu:

a.       Pengaturan Awal (advance organizer). mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa pada materi sebelumnya yang dapat digunakan siswa dalam membantu menanamkan pengetahuan baru.

b.      Diferensiasi Progresif. Pengembangan konsep berlangsung jika unsur-unsur yang paling umum,paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu

c.       Belajar Superordinat. Apabila konsep-konsep yang telah dipelajari

sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif.

d.      Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif). Bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep- konsep superordinat dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi sekarang mengambil arti baru.

5.      Teori Belajar Bruner

Dalam bukunya (Bruner, 1960) mengemukakan empat tema pendidikan,

yakni: (1) Pentingnya arti struktur pengetahuan (2) Kesiapan (readiness) untuk

belajar. (3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan (4) motivasi atau keinginan

untuk belajar beserta cara-cara yang dimiliki para guru untuk merangsang

motivasi itu.

Menurut Bruner dalam belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut adalah (1) memperoleh informasi baru,(2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan pengetahuan.

Pendewasaan pertumbuhan intelektual/ kognitif seseorang menurut Bruner adalah sebagai berikut:

a.       Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaketergantungan respons dari sifat stimulu.

b.      Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjdi suatu sistem simpanan (storage system) yang sesuai dengan lingkungan.

c.       Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang

untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang lain, dengan pertolongan kata-kata dan simbol-simbol, apa yang telah dilakukan atau apa yang dilakukan.

Bruner (1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuan secara sempurna yang disebut tiga cara penyajian (modes of presents), yaitu:

a.       Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, anak terlibat secara langsung dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek, sehingga bersifat

manipulatif dan belajar pengetahuan secara aktif

b.      Cara penyajian ikonik : didasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik.

c.       Cara penyajian simbolik : didasarkan pada sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel. Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.

Peran guru dalam menerapkan belajar penemuan pada siswa, sebagai berikut:

a.       Merencanakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah.

b.      Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian enaktif, ikonik, kemudian simbolik.

c.       Pada saat siswa memecahkan masalah, guru hendaknya berperan sebagai pembimbing atau tutor.

Dalam menilai hasil belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail. Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.

No comments:

Post a Comment