Menghargai Perbedaan; materi RPL BK




Menghargai Perbedaan



        Di alam demokrasi ini salah satu masalah yang terjadi dalam kehidupan adalah adalanya perbedaan pendapat baik dalam bersikap dan perilaku. Dengan kata lain perbedaan adalah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan kita ini. Suatu fenomena sering kita jumpai dampak dari perbedaan pendapat yang berujung pada kenakalan dan kekerasan remaja khususnya terjadi pada pelajar akhir-akhir ini, menunjukkan kondisi memprihatinkan. Berbagai kekerasan dan tawuran pelajar diberbagai kota di Indonesia, mengejutkan semua fihak, dan persoalan ini adalah suatu masalah serius yang harus dicarikan penanganannya secara tepat. Kenakalan dan kekerasan pelajar menunjukkan adanya permasalahan pada diri siswa dan dalam memandang perbedaan serta dalam membangun interaksi yang kurang sehat dengan lingkungannya.
Kondisi seperti ini menegaskan betapa kekerasan dan kecenderungan untuk lebih menggunakan bahasa kekerasan daripada bahasa santun yang beradap, merupakan masalah besar dan penting ditengah masyarakat. Pembiaran yang dilakukan terus-menerus tanpa ada upaya menangani, sama artinya memberi ruang lebar akan dampak timbulnya masalah lebih komplek.


Bentuk kekerasan sudah meluas ke dunia maya melalui internet.  Pelecehan di internet adalah bentuk kekerasan psikologis secara diam-diam yang diungkap melalui media elektronik seperti ponsel, webblog, situs, chatting dll. Contoh kekerasan dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, ancaman, dan bentuk pelecehan lainnya. Media massa baik cetak maupun elektronik memiliki andil besar dalam menumbuhkan iklim kekerasan di masyarakat melalui tayangan berita kekerasan secara intens dan terus menerus. Banjir informasi tentang kekerasan tanpa tindakan nyata mengatasinya, ada kesan ‘pembiaran’, menyebabkan akumulasi berita tentang kekerasan menjadi hal biasa. Dampaknya membentuk sudut pandang keliru, bagi masyarakat yang memandang ‘kekerasan’ sebagai hal biasa serta melemahkan ‘kepekaan’ terhadap kekerasan itu sendiri.
Akhir-akhir ini di media elektronika ataupun media cetak kita sering disuguhi tayangan atau berita yang sangat tidak bagus yaitu adanya perbedaan-perbedaan pendapat dari para pejabat tinggi negara kita. Tidak sedikit perbedaan pendapat tersebut sampai berakhir dengan kekerasan fisik. Suatu kejadian atau contoh yang memang benar-benar tidak perlu kita tiru. Suatu contoh yang benar-benar tidak mendidik, lebih-lebih bagi para remaja selaku generasi penerus bangsa. Hal tersebut sangat berlawanan denganbudaya bangsa kita. Bangsa Indonesia yang memiliki tradisi atau budaya yang lemah lembuh, ramah, punya sikap toleransi yang tinggi dll. Budaya yang demikian agung  seolah sirna dalam sekejap gara-gara pola perilaku para pemimpin kita yang kurang bagus.
            Masalah yang timbul dalam kehidupan antara lain karena kita kurang cerdas menggunakan perbedaan sebagai modal untuk membangun kekuatan dalam kehidupan. Beda pendapat itu pasti. Beda pendapatan boleh jadi. Kalau Barack Obama, yang nota bene adalah orang Amerika yang berkulit hitam, dapat menjadi presiden Amerika Serikat yang sangat populer, kenapa kita harus mempersoalkan warna kulit untuk membesar-besarkan perbedaan, ketimbang harus menekankan pentingnya kesatuan? Sekali lagi, kita hidup hanya sekali, dan untuk itu harus dapat menjunjung tinggi kebesaran Illahi, yang memang telah menciptakan perbedaan sebagai rahmat yang harus kita syukuri.


Bagaimana Sikap Kita Menghadapi Perbedaan?
            Seperti yang kita ketahui bahwa perbedaan pendapat itu adalah hal yang wajar yang akan selalu kita hadapi dalam hidup ini, permasalahannya bagaimanakah sikap, tindakan atau perilaku yang bisa menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut sehingga kita dapat hidup berdampingan secara baik dan memberdayakan perbedaan-perbedaan yang timbul tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Adapaun Beberapa hal yang perlu kita ketahui dalam menghadapi perbedaan pendapat antara lain:
1.       Meyakini bahwa perbedaan adalah satu hakikat dan keniscayaan sebagai ramhat dari Tuhan YME. Percayalah bahwa perbedaan itu merupakan kenicayaan. Kita tercipta sebagai laki-laku yang berbeda dengat perempuan, tetapi Tuhan telah menyatukan dalam lembaga perkawinan yang agung. Oleh karena itu perbedaan memang merupakan hakikat yang pasti terjadi. Artinya, kita harus menerima takdir bahwa kita bisa jadi memang berbeda dengan tetangga, dengan sesama warga, dengan teman sekerja, dengan sesama umat manusia, yang memang telah ditakdirkan penuh dengan perbedaan dan kemajemukan. Perbedaan adalah rahmat dalam kehidupan kita yang fana ini.
2.      Mencoba untuk memecahkan masalah perbedaan secara bijaksana, penuh pengertian, saling harga menghargai, serta tanpa paksaan dan kekerasan. Orang bijak mengatakan bahwa kita harus dapat menjadikan perbedaan sebagai modal untuk dijadikan kekuatan. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam bertindak, terbuka dalam mengelola sesuatu yang berbeda.
3.      Menghadapi perbedaan tidak cukup hanya dengan mendiamkan, atau bahkan dengan menafikan keberadaannya, tetapi perlu dimusyawarahkan. Sesuai dengan nasihat John F. Kennedy, maka ‘jika kita tidak bisa mengakhiri perbedaan-perbedaan kita, paling tidak kita dapat membantu dunia aman untuk keanekaragaman”. Untuk memahami perbedaan itu, kita memerlukan data dan informasi tentang apa yang berbeda, bagaimana perbedaannya, dan mengapa hal itu telah berbeda. Data dan informasi itu diperlukan untuk – kalau bisa – mendekatkan alasan mengapa terlah terjadi perbedaan, untuk menyatukan perbedaan menjadi kesamaan. Di sini kita memerlukan dialog, memerlukan musyawarah. Di sini kita memang perlu diskusi, bahkan syah-syah saja untuk beradu argumentasi. Asal hal itu dilakukan dengan penuh kesopanan, tidak menggebrak meja ketika menjelaskan fakta. Jika pada akhirnya tidak terjadi kesepakatan, maka yang harus dilakukan adalah menerima dengan tangan terbuka, dan menghargai perbedaan itu sebagaimana adanya.
4.      Menyikapi terjadinya perbedaan dengan melalui keteladanan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi teladan bagi orang lain. Khusus untuk para pemimpin, keteladanan itu akan menjadi pedoman bagi semua orang. Sesungguhnya keteladanan itu harus dibentuk dari diri sendiri, dari keluarga, dan kemudian menyebar dalam kehidupan.
5.      Menyikapi adanya perbedaan dengan menetapkan kebijakan, program dan kegiatan bersama yang dirumuskan secara demokratis, transparan, terbuka, dan akuntabel. Perbedaan memang bukan sekedar masalah teori, tetapi lebih sebagai praktik yang memerlukan penerapan dan implementasi secara adil dan dapat menghindari kemungkinan timbulnya prasangka dan salah duga.

            Demikianlah lima sikap dan perilaku yang perlu dilaksanakan ketika sedang menghadapi segala aspek tentang perbedaan dalam kehidupan. Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfaat bagi para peserta didik dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang terkait dengan perbedaan.
Tingkat kekerasan dikalangan remaja hingga tingkat tertentu akan menjadi indikator awal kehancuran sebuah bangsa.  Dalam buku Educating for Character: How our school can tech respect and responsibility, Lickona menyimpulkan 10 tanda-tanda dimaksud adalah:
  1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja.
  2. Membudayanya ketidakjujuran.
  3. Sikap fanatisme terhadap kelompok (peer group).
  4. Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.
  5. Semakin kaburnya nilai moral baik dan buruk.
  6. Penggunaan bahasa yang semakin buruk.
  7. Meningkatnya perilaku merusak diri seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, alkohol, dan sex bebas.
  8. Rendahnya tanggungjawab sebagai individu dan warga negara.
  9. Menurunnya etos kerja dan meningkatnya saling curiga.
  10. Melemahnya kepekaan sosial (kurangnya kepedulian antar sesama).
Bentuk-bentuk kekerasan seperti tersebut diatas, seharusnya tidak perlu terjadi bila remaja memiliki sikap toleransi saling menghormati dan menghargai antar sesama. Perlu difahami bahwa perbedaan pendapat, berbedaan peradapan akan tampak dalam perbedaan bersikap dan berperilaku. Apabila remaja banyak belajar tentang karakter lintas budaya, agama, suku atau keadaan sosial ekonomi dalam masyarakat, tentu akan menjumpai keanekaragaman, masing-masing akan memiliki keunikan sendiri-sendiri, bila kita bisa menikmati dan mempelajari pasti akan menemukan suatu kelebihan. Perbedaan dan keanekaragaman adalah merupakan aset dan sumberdaya yang perlu dikembangkan, sebagai perwujudan kekayaan Indonesia. Karena itulah remaja harus belajar mengendalikan diri untuk tidak mudah terpengaruh atau bersikap emosional bila menjumpai bentuk sikap perilaku yang berbeda atau menyinggung perasaan. Jadi akan lebih baik bersikap rasional serta mempelajari faktor latar belakang permasalahan terlebih dahulu.
  Menggejalanya perilaku agresif dan kekerasan khususnya dikalangan pelajar, dalam konteks yang lebih kecil, salah satunya diduga disebabkan oleh kelalaian yang terjadi sejak dini, toleransi atau pembiaran oleh orang tua, orang-orang yang lebih dewasa dan guru terhadap perilaku agresif ringan, baik di rumah atau di sekolah. Berkaitan dengan perubahan sosial-emosional remaja, dikenal dengan masa ‘badai dan topan’ terjadinya pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik dan psikis yang pesat dan bervariasi. Ciri-ciri emosi pada masa remaja (menurut Biehler), adalah:
1.       Cenderung pemurung, disebabkan perubahan biologis sehubungan dengan kematangan seksual dan sebagian karena kebingungan menghadapi orang dewasa.
2.       Berperilaku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
3.       Ledakan kemarahan sering terjadi akibat kombinasi ketegangan psikhologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan, terlalu lama bekerja keras atau pola makan tidak tepat.
4.       Cenderung berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dengan membenarkan pendapatnya sendiri.
Terkait dengan masalah tersebut Lickona(1920), menekan gagasan pendidikan di tingkat Dasar dan Menengah diperlukan pada penguatan:
  1. Pengetahuan tentang moral.
  2. Perasaan tentang moral.
  3. Tindakan moral.
Sebagai contoh, mengajarkan pikiran damai, pemahaman antara benar dan salah, dan juga memampukan merasakan nilai-nilai kebaikan dan diharapkan dapat melakukannya, dan menjadi kebiasaan dalam mengembangkan nilai etis dan moral yang baik. Disamping itu peran komunitas karakter yang terdiri dari keluarga, sekolah, institusi keagamaan, media, pemerintah dan berbagai fihak yang mempengaruhi generasi muda menjadi sangat penting, dan hendaknya dapat memberi keteladanan yang ditularkan, intervensi, dan pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, terus-menerus dan penguatan. Dengan demikian akan dapat membentuk sebuah budaya dan karakter yang kuat bagi remaja dan dunia persekolahan

No comments:

Post a Comment